news

Banten di Kepung Bencana, Saatnya Pemerintah Daerah Sadar Dengan Pembangunan Daerah Berbasis Kebencanaan

Masih segar dalam ingatan kita, banten berkali-kali diguncang Gempa. Tepatnya di daerah Lebak dan Pandeglang menjadi pusat gempa. Tahun 2018 lalu, Pandeglang selatan terkena Tsunami dan menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Namun, sepertinya pemerintah kita tidak pernah menjadikan ini sebagai pelajaran. Tak pernah mengantisipasinya dengan baik. Perangkat hukum yang diperlukan mayoritas tidak ada. Mitigasi bencana tidak maksimal, respon sangat lambat.

Recovery masyarakat terdampakpun berjalan sangat lambat. Lalu apa gunanya lembaga pemerintah jika bencana yang menjadi bagian dari tanggung jawab daerah tidak sepenuhnya dipertanggungjawabkan dengan baik. Berkali-kali BMKG memperingatkan bahaya besar yang akan menimpa Banten. Meskipun waktunya tidak pasti, seharusnya pemerintah mempersiapkan diri dengan baik.

Sungguh ironis, Dokumen RPB (rencana penanggulangan bencana) yang menjadi rujukan dalam pengurangan dan penanggulangan bencana tidak tersedia di website bpbd banten. Bahkan dokumen RAD (rencana aksi daerah) pun tidak ada. Padahal RPB dan RAD ini menjadi amanat dari Perda Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Provinsi Banten. Hal ini sebagaiman terdapat dalam pasal 31, “Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, disusun dokumen rencana penanggulangan bencana yang terdiri atas: a. rencana kontinjensi; b. RAD-PRB;dan c. peta rawan bencana.”

Bahkan dalam dokumen RPJMD Banten yang mencantumkan Tahapan dan Skala Prioritas 2005 -2025 pada RPJMD Ke empat yaitu tahun 2018-2022 tahap akselerasi II tidak terdapat rencana kontingensi pembangunan yang berwawasan kebencanaan. Artinya sudah sejak awal pemerintah daerah tidak pernah memperhitungkan kebencanaan sebagai salah satu faktor yang akan menghambat pembangunan.

Padahal Pemerintah Daerah dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas a) menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara; b) menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; c) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; d) menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; e. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.

Pada rapat kordinasi KUA PPAS tanggal 2 agustus 2021 antara BPBD dan Komisi V, sebetulnya anggota dewan Provinsi Banten Fitron Nur Ikhsan, sudah mengingatkan hal ini. Bahkan hal ini tercantum dalam notulensi rapat sebagai berikut: “Pertama, Saya melihat rancanangan anggaran ini memiliki mindset penanggulangan bencana hanya saat terjadi bencana saja. Anggaran yang terkait dengan dengan bencana masih lemah sekali. Saya tidak optimis melihat anggaran ini. Disini juga perlu ada peningkatan SDM kebencanaan dan relawan. Saya agak ironis melihat anggaran ini. Coba idealnya bapa melakukan program apa. Kedua, mengenai anggaran 250 Juta tentang membuat regulasi bapak mau buat apa disini” dalam pertanyaan ini anggota dewan memperingatkan bahwa anggaran yang disampaikan BPBD tidak mewakili persiapan Banten dalam menghadapi bencana.

Sayangnya jawaban dan ketua BPBD waktu itu, sungguh mengecewakan, “Yang kami butuhkan dalam anggaran ini memang logistik penunjang, yang hari ini alatnya kebanyakan dimiliki oleh BNPB. Mobil Dalmas, PRJ, Perahu Karet juga pengadaan bufer stok. Kami juga mengeluhkan dengan kondisi yang dihadapi seyogyanya BTT itu bisa dicairkan 24 jam sehari, namun kenyataannya berbulan-bulan baru cair. Ada juga dana siap pakai yang ada aturan nya melalui surat edaran mendagri tahun 2019 yang hitungannya 2% dari jumlah penduduk. Sebetulnya di nota komisi ini sudah muncul namun di anggaran tidak ada. Kedua, Kami juga masih bingung anggaran ini akan dibuat untuk apa, tadinya akan dibuat pembuatan pergub kebencanaan.”

Yang terbaru ini adalah bencana banjir terbesar yang terjadi di Kota Serang, dimana sekitar 2 juta liter kubik air menggenangi wilayah Ibu Kota Provinsi Banten yang sebelumnya belum pernah terjadi seperah ini selama 20 tahun terakhir. Tentunya bencana seperti ini sangat mengagetkan masyarakat karena sebelumnya masyarakat juga tidak pernah dipersiapkan menghadapi persoalan alam seperti ini.

Dari kejadian ini, Pemerintah provinsi akhirnya meminta masyarakan fokus pada persoalan penyempitan daerah aliran sungai (DAS). Alhasil, pemerintah hanya fokus pada perbaikan pascabencana bukan mempersiapkan diri menghadapi resiko bencana lain yang mungkin lebih besar.

Hari ini, bencana sudah banyak terjadi. Masyarakat memiliki hak untuk diberikan rasa aman. Apalagi mereka para pembayar pajak yang seharusnya dilayani dengan baik. Loyalitas Aparatur Sipil Negara (ASN) seharusnya mulai dari filosofi itu. Saatnya semua potensi pemerintah daerah bergerak untuk memberikan rasa aman bagi warga masyarakat. Mari bahu membahu selamatkan warga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *