Uncategorized

Belum Optimalnya Penegakan Keadilan di Indonesia

Indonesia memiliki tiga lembaga utama yaitu legilatif, eksekutif dan yudikatif. Dalam pengentahuan dasar masyarakat tiga lembaga tersebut masing-masing di “miliki” oleh Presiden dan wakil presiden. Sebenarnya tidak salah pemikiran tersebut, tetapi jika di ulas lebih dalam hanya sedikit dari banyaknya pengetahuan tentang tiga tersebut salah satu nya yudikatif. Membahas yudikatif pendapat sebagian masyarakat langsung tertuju pada hukum. Wajar saja karena lembaga yudikatif sendiri memang berhubungan erat dengan hukum dan perundang-undangan bahkan menjadi pemegang peran utama dalam mengadili pelaku penyelewengan konstitusi dan pelanggar perundang-undangan.

 

Lembaga yudikatif merupakan lembaga pemegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman meliputi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dijalankan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Diantaranya, dalam lingkup peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, ada satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, yaitu Komisi Yudisial (KY).

 

Montesquieu menjelaskan kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan atau menjalankan undang-undang. Sedangkan, kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang mengawasi jalannya pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Lembaga yudikatif berfokus pada hukum negara, terlebih penegakan hukum di Indonesia memang belum bisa dikatakan adil atau bahkan masyarakat sering berpendapat “tajam ke bawah tumpul ke atas”. Yap, saya pun sependapat dengan pernyataan tersebut.

 

Sebenarnya hukum tajam ke bawah tidaklah salah, hukum memang sudah seharusnya tajam tetapi hukum harusnya tajam terhadap siapapun tanpa membedakan status sosial. Pendapat tersebut menandakan bahwa pada kenyataannya keadilan lebih tajam dalam menghukum masyarakat kelas bawah dibanding masyarakat kelas atas.

 

Sebagai contoh bahwa hukum memang tumpul ke atas dapat kita lihat yang terjadi di daerah kita sendiri Provinsi Banten. Pada tahun 2018 yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Engkos Kosasih. Yang bersangkutan melakukan korupsi sebesar Rp. 25,3 M. Padahal seharusnya dana tersebut untuk pengadaan unit computer sebanyak 1.800 yang diperuntukan untuk Ujian Nasional. Sayangnya, Majelis Pengadilan Serang hanya menjatuhkan hukuman 1 tahun 4 bulan penjara serta denda sebesar Rp.100 juta. Jika melihat fakta ini sangat miris sekali penegakan hukum di negara kita.

 

Penegakan keadilan di negara kita sangat penting. Karena hal ini bertujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil damai dan sejahtera. Serta tidak adanya pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum yang berlaku di negara kita. Jika tidak ada penegakan keadilan di negara ini maka masyarakat tidak akan hidup sejahtera. Dengan adanya lembaga badan yudikatif ini sangat membantu agar keadilan di Indonesia tertata dan semua orang mendapatkan haknya yang sama rata tidak dibeda-bedakan dan tidak pula dibiarkan begitu saja.

 

Selaku warga biasa tentu sangat penting agar kita mendorong keadilan penegakan hukum. Meskipun tantangannya masyarakat itu sendiri yang pertama belum menguasainya prosedur yang harus ditempuh. Bahkan masyarakat yang dibawah rata rata pendidikan nya masih membutuhkan pendampingan hukum ketika ada permasalahan. Jangan sampai terjadi kebingungan harus kemana dan harus ke siapa mereka mengadu. Oleh karena itu perlindungan hukum sangat penting ada nya. Untungnya saat ini ada program dari desa yaitu rumah Restorative Justice (RJ) bisa menangani sebelum dibawa ke tingkat yang lebih tinggi tinggi.

 

Berbicara tentang tugas Lembaga Yudikatif apakah hanya seputar hukum saja? Tentu saja tidak. Salah satu tugas Lembaga Yudikatif yaitu berkaitan dengan pengawasan penyelewengan KIP. Tidak asing bukan “KIP” di telinga kita sebagai mahasiswa. Apakah KIP juga berjalan sesuai dengan tujuan utamanya? KIP di buat untuk menggantikan program Bidikmisi tetapi tujuannya tetap sama yaitu untuk membuka ruang Pendidikan seluas-luasnya dan bisa di akses oleh siapapun termasuk masyarakat kalangan bawah. KIP ada beberapa macam mulai dari KIP Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah lalu akan di lanjutkan mendapat KIP Kuliah.

 

Nah apakah KIP-K sudah tepat sasaran? Karna sepengetahuan kami KIP-K adalah lanjutan dari KIP sebelumnya.

Penerima KIP-K saat ini sering kali tidak tepat sasaran. Karena sudah terjadi di beberapa perguruan tinggi terkuak adanya kasus pemalsuan data persyaratan KIP-K oleh sejumlah mahasiswa. Kejadian ini sangat tidak etis, mengenal bahwa KIP ini khusus untuk anak dengan keterbatasan ekonomi. Jika ada pemalsuan data tentu saja sangat merugikan orang lain, karna di luar sana masih banyak yang lebih membutuhkan bantuain ini. Melihat keadaan sekarang menurut kami penerima KIP lanjutan harusnya di lakukan pendataan ulang karna memungkinkan terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi yang mungkin sudah dapat di golongkan mampu.

 

Ditulis oleh Putri Suci Maharani, Irma Oktaviani, Sindi Susilawati, Nanda putra fajar Dalam Kelompok Kajian Politik Program Studi Administrasi Publik Universitas Bina Bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *